KEBIJAKAN KEMENAKERTRANS DALAM PENERAPAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)




I.                    PENDAHULUAN

Dalam pengertian dasar Hiperkes dan Keselamatan Kerja tidak berbeda dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kedua nya merupakan terjemahan Einforemen Health and Safety (EHS). Dengan demikian perusahaan yang menerapkan Hiperkes dan Keselamatan Kerja dengan baik, berarti juga perusahaan tersebut telah menerapkan K3 secara baik dan benar, dampak dari perusahaan yang tidak menerapkan dan melaksanakan K3 dengan baik akan menimbulkan kasus yang kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran yang akan menimbulkan kerugian semua pihak. Dampak yang paling  dirasakan yaitu di sektor ketenagakerjaan, ekonomi, dan sebagainya, baik secara mikro atau makro. Hal ini bias dihindari dan dicegah dengan cara menerapkan K3 secara konseptual, terencana dan berkesinambungan. Pelaksanaannya tidaklah mudah karena perlu kesadaran dan pemahaman semua pihak dan harus yakin bahwa penerapan K3 sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Disasari bahwa kebijakan dan program K3 sangat penting bagi perusaan maka perlu ditanamkan kesadaran K3 dalam bekerja. Banyak factor eksternal maupun internal yang perlu dipertimbangkan dan diantisipasi agar bias menerapkan K3 dalam bekerja dan meningkatkan produktifitas kerja.

II.                  KONDISI PELAKSANAAN K3 DI INDONESIA

Sejak jaman penjajahan belanda sampai dengan masa kemerdekaan, pelaksanaan K3 di Indonesia relative tidak berkembang, pelaksanaan K3 di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1969 saat pemerintah mencanangkan program-program pembangunan dan industrialisasi. Pada saat itu telah dirasakan bahwa K3 harus menjadi program pemerintah yang harus diterapkan di semua tempat kerja untuk mengantisipasii dampak negative yang bias ditimbulkan pada proses pembangunan tersebut.
Berbagai kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam peraturan perundangan maupun peraturan yang lain disambut positif dari dunia usaha. Melalui PERPU UU NO.1/1970 tentang Keselatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya sudah sangat memadai untuk membina dan mengarahkan dunia industry untuk melaksanakan K3.

III.                PERMASALAHAN

1.      Kebijakan dan program pemerintah yang dilakukan oleh masing masingkementrian masih dirasakan tumpang tindih sehingga dilapangan kurang terkoordinir
2.      Sumber daya yang dimiliki pemerintah snagat terbatas mengingat jumlah perusahaan santlah banyak, maka personil dan dana yang tersedia tidaklah mencukupi mengakibatkan lemahnya pengawasan dalam penerapan K3
3.      Tingkat kesadaran dan penerapan K3 masih kurang , infrastruktur K3 perusaahan masih kurang menyebabkan kurangnya penerapan K3
4.      Dengan dilakukannya OTODA sejak tahun 2000, pembinaan dan pengolahan K3 mengalami kesulitan karena  kesiapan pemerintah daerah belum mengimbangi perkembangan K3

IV.                KEBIJAKSANAAN

Telah dimaklumi bahwa keberhasilan pelaksanaan K3 sebagai budaya kerja merupakan tanggung jawab bersama. Sedangkan pada tingkat perusaannya sepenuhnya dalam tanggung jawab pimpinan perusahaan  yang dibantu staff yang kompeten. Penerapannya harus terintegrasi dan kontinyu menyeluruh menjangakau seluruh element dan mempunyai sasaran yang jelas.
Untuk mewujudkan sasaran tersebut kebijakan yang di tempuh adalah
1.      Pemberdayaan masyarakat industry agar secara mandiri dan swadana mau melaksanakan program K3. Maka perlu meningkatkan kesadaran dan pemahaman K3 terhadap masyarakat industry dengan melakukan penyuluhan, penyebaran informasi dan sebagainya.
2.      Penyempurnaan perturan perundang undangan yang ada dan disertai denga penegakan hokum lebih ketat sehingga terjadinya koordinasi antara instansi yang lebih baik untuk membangun system pengawasan yang lebih baik.
3.      Meningkatkan “capacity building” yaitu menambah kwalitas dan kwantitas sumber daya manusia di bidang K3 baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta dengan memberikan standart kompetensi K3 dari berbagai ahli.
4.      Membangun jaringan informasi antar lembaga dan individualnpad tingkat nasional maupun internasional dalam rangka antisipasi kemajuan ilmu dan teknologi K3.
5.      Seluruh element yang terlibat dalam dunia usaha harus terlibat dalam pelaksanaan dan penerapan K3 serta membangaun wawasan masyarakat Indonesia sejahtera berwawasan K3, dengan slogan “Occupational Safety and Health First”
 
V.                  PENUTUP

K3 bukan segala-galanya, tapi tanpa K3 semuanya tidak ada artinya. Moto ini harus kita tanamkan sampai budaya K3 menjadi budaya kerja. Manfaat selanjutnya adalah perolehan tenaga kerja yang sehat dan produktif sehingga meningkatkan produktivitas perusahaan.

0 komentar:

 
Website © 2006-2014 Template design by Mahfud Sunandar. Powered by Gratis AskepRS Semen Gresik.